(Melancong ke masa lalu, Tamasya ke masa depan)
Tamasya ke bulan, barangkali bukan lagi hal aneh bagi umat manusia. Para astronot, bahkan sudah sering bolak-balik, mengamati, meniliti atau bahkan sekedar kunjungan wisata. Atau bahkan jika kocek kita tebal kita bisa pesan kavling di bulan. Berminat...? Tentunya harga yang ditawarkan tidak bakal kurang dari gaji seratus guru PTT seperti saya seumur hidupnya. (barangkali)
Perjalanan ”antar ruang” dimana kita pergi dari satu tempat ke tempat lain atau bahkan antar planet, sudah dapat dimaklumi dan menjadi hal yang biasa. Di dalam fisika maupun matematika, jika kita pergi dari satu tempat ke tempat lain (antar ruang), dikatakan kita bergerak dan berpindah dalam ruang tiga dimensi. Sementara itu ”waktu” selalu konstan berjalan lurus ke depan, tanpa pernah mundur atau tiba-tiba melompat ke masa depan, dari januari lansung ke juni, misalnya, sehingga kita tidak perlu melalui UN yang menyebalkan. Inilah waktu, dimana belum ada seorangpun yang mampu menaklukan lajunya, menghentikan sejenak, atau pergi ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahan yang pernah diperbuat atau mungkin sekedar untuk minta maaf karena tidak sempat, atau bahkan melompat ke masa depan. Kecuali jika mesin waktu ditemukan.
Dari sinilah muncul keinginan manusia untuk bisa kembali ke masa lalu atau bahkan melintas ke masa depan. Bahkan muncul fantasi orang, seandainya ia dapat kembali ke masa lalu, melihat sejarah_ketemu Ken Arok_atau bahkan meluruskan sejarah, hingga tak ada lagi kesalahan di masa kini. Atau mungkin tamasya ke masa depan, melihat anak cucu atau melihat hari tuanya untuk dapat mengantisipasinya di hari ini. Fantastis, bukan?
Secara fiktif ”perjalanan menembus waktu” sudah sering didiskusikan orang banyak. Baik dalam bentuk novel, film atau bahkan sinetron. Sebut saja; Back to the Future I-IV, The Time Track, Terminator I-III, Star Wars, Time Machine, The One, Jumper, The Myth, Dora Emon atau sinetron jadul seperti Lorong Waktu maupun Gerhana. Para seniman saling berlomba untuk dapat menggambarkan seperti apa mesin waktu yang sesungguhnya. Bahkan jauh sebelum abad 20, secara fiktif perjalanan menembus waktu sudah dibicarakan orang, seperti dalam novelnya HS.Wells yang berjudul “The Time Machine”.
Secara saintifis, diskusi tentang mesin waktu sudah banyak dibicarakan para fisikawan. Dalam tulisan ini, saya akan mencoba memaparkan tentang mesin waktu dengan tanpa menyajikan persamaan matematik, yang kadang membuat pusing pembaca.
Pada dasarnya diskusi saintifis tentang keberadaan “Mesin Waktu”, diawali dengan Teori Relatifitas Khusus (TRK) yang dikemukakan Albert Einstein (1905). Menurut TRK Einstein, ruang dan waktu mempunyai kedudukan yang ekivalen, sehingga kita dapat pergi atau kembali lagi pada titik ruang yang sama dalam waktu yang berbeda, atau bahkan kita dapat pergi atau kembali pada titik waktu yang sama dalam ruang/posisi yang berbeda. Artinya, menurut teori ini, kita diizinkan untuk dapat menembus waktu, pergi ke masa lalu atau melompat ke masa depan. Menurut Einstein, hal ini dapat dilakukan apabila kita bergerak dengan kecepatan setara atau melebihi kecepatan cahaya (kecepatan cahaya = 300.000.000 m/s atau 1.080.000.000 Km/jam). Partikel yang bergerak dengan kecepatan ini tentunya masa diamnya haruslah imajiner. Dengan kata lain, bahwa partikel ini tidak pernah diam, selalu bergerak. Partikel hipotetik semacam ini bernama ”Tachyon”.
Maka apabila kita mampu mengikuti gerak Tachyon, atau kita dapat membuat mesin dengan kemampuan sama dengan tachyon, maka kita dapat menembus waktu, jalan-jalan ke masa lalu atau melancong ke masa depan. Lalu mengapa mesin ini belum mampu dibuat?. Kelihatanya manusia belum mampu menembus kecepatan 1.080.000.000 Km/jam, itu masalahnya.
__________@@@_________
Berbeda dengan TRK_dimana ruang-waktu berupa flat_Teori Relatifitas Umum (TRU) Einstein menyatakan bahwa ruang-waktu bersifat melengkung. Sebab kenyataanya tak satupun tempat di bumi ini yang berupa garis lurus, karena bumi kita memang bulat. Artinya bahwa konfigurasi ruang-waktu dapat mengambil beberapa bentuk yang lebih memungkinkan.
Pada tahun 1949, persamaan TRU ini berhasil dipecahkan oleh K.Godel. Dari uraian persamaanya, dapat dijelaskan bahwa dapat dibangun geometri ruang-waktu yang mengizinkan sebuah lintasan menembus masa lalu, walaupun kecepatannya lebih kecil dari kecepatan cahaya. Artinya kita dapat saja berkelana menembus waktu, dengan mesin waktu yang kecepatannya tidak harus lebih besar dari kecpatan cahaya.
Solusi K. Godel tentang persamaan TRU ini sungguh sangat ”meresahkan” para fisikawan teoritik. Bahkan Einstein sendiri merasa kurang PeDe, sehingga ia berkomentar; ”Solusi Godel tersebut sebenarnya telah mengganggu pikiran saya, sejak saya membangun TRU, tanpa klarifikasi yang jelas. Hal ini akan menarik, jika solusi tersebut dapat dimaksudkan dalam kenyataan sehari-hari”.
Ketidakpercayaan para fisikawan teoritik tentang kemungkinan adanya mesin waktu diciptakan, dilandaskan pada dua hal, yaitu :
Sampai saat ini, belum pernah ada pengunjung dari masa lalu, atau bahkan dari masa depan yang pasti lebih maju peradabannya ke masa kita.
Adanya ”Mesin Waktu” menyebabkan pelanggaran kaidah kausalitas (sebab-akibat) yang kita pegang selama ini.
Dalam pertemuan “The Sixth Marchel Grossman Meeting on General Relativity” tahun 1991, Steven Hawking pernah berkomentar, bahwa solusi Godel tahun 1949 telah menimbulkan keinginan manusia untuk kembali ke masa lalu. Sehingga timbul satu paradoks_misalnya apa yang terjadi, seandainya seorang anak kembali ke masa lalu dan disana ia membunuh Ibunya sendiri? Apa di masa kini anak tersebut masih ada?
Pertanyaan S.Hawking ini menjadi bahan perdebatan dan sempat membuat goyah keyakinan fisikawan tentang adanya mesin waktu. Namun demikian, secara teoritik (perhitungan matematika), adanya mesin waktu tidak menyalahi prinsip-prinsip TRU.
Satu jawaban yang dapat memuaskan pertanyaan Hawking adalah adanya ”alam semesta paralel” atau ”alam kembaran”. Keberadaan alam semesta lain di samping alam semesta yang kita tempati telah banyak dibicarakan oleh fisikawan dari zaman dulu. Sebut saja Schwarzcchild (1916) dan Kruskal (1960) yang telah menyelesaikan persamaan dari simetri bola. Dari solusinya di dapat bahwa terdapat alam semesta lain (alam semesta paralel) yang jumlahnya tak berhingga, disamping alam yang sedang kita jalani sekarang ini.
Maka dari persamaan mereka, lalu diterapkan dalam geometri alam semesta kita, dan dengan ditemukannya ”black hole” dan ”White Hole”, maka jika kita akan pergi ke masa lalu, yang harus kita lakukan adalah : Dari alam semesta yang sedang kita jalani, masuk ke black holes, kemudian keluar black holes menuju white holes dan kita akan ditendang menuju alam semesta lain (paralel) yaitu masa lalu.
Artinya, bahwa jika seorang anak pergi ke masa lalu, kemudian di sana ia membunuh ibunya sendiri, maka di alam paralel ”masa lalu” tersebut ia tidak akan pernah ada. Namun ia akan tetap ada di alam ini, yakni alam semsta paralel yang lain. Dengan demikian pengrusakan kaidah kausalitas hanya terjadi di alam paralel yang satu, tidak terjadi di alam paralel yang lain.
Demikian gambaran tentang kemungkinan diciptakanya ”mesin waktu”. Banyak fisikawan yang tidak percaya tentang kemungkinan diciptakannya mesin waktu. Keyakinan adanya mesin waktu, dan ditembusnya dimensi waktu, dikembalikan kepada keyakinan masing-masing sesuai dengan pemahaman fisika/matematik yang dimilikinya.
Barangkali kita akan yakin dan benar-benar percaya akan keberadaan mesin waktu, jika suatu saat kita dikunjungi saudara kita dari masa depan yang tentunya sudah lebih canggih teknologinya. Atau mungkin kita bertemu dengan seseorang yang lebih tua dari kita, lalu tiba-tiba ia mengakui bahwa kita adalah orang tuanya. Untuk itu bersiaplah bila tiba-tiba kita dikunjungi ”manusia masa depan”. Buka pintu lebar-lebar, lalu ajaklah mereka berdialog tentang hal ini.
Sejauh ini, secara fisis keberadaan ”mesin waktu” belum dapat ditunjukan. Namun fenomena agama telah mampu memberikan gambaran yang jelas pada kita, berabad-abad yang lalu. Sebut saja peristiwa ”Askabul Kahfi” maupun peristiwa ”Isra Mi’raj”, dimana nabi Muhammad SAW mengendarai kendaraan (buroq) yang kecepatanya sejauh mata memandang (kecepatan cahaya). Atau bukalah kembali Al-Quran, disana disebutkan bahwa ”Allah menciptakan tujuh (tak berhingga) lapis langit dan tujuh (tak berhingga) lapis bumi”. Barangkali inilah yang dimaksud dengan alam paralel yang jumlahnya tak berhingga.
Akhirnya, Allahua’lam Bissawab...!
Tamasya ke bulan, barangkali bukan lagi hal aneh bagi umat manusia. Para astronot, bahkan sudah sering bolak-balik, mengamati, meniliti atau bahkan sekedar kunjungan wisata. Atau bahkan jika kocek kita tebal kita bisa pesan kavling di bulan. Berminat...? Tentunya harga yang ditawarkan tidak bakal kurang dari gaji seratus guru PTT seperti saya seumur hidupnya. (barangkali)
Perjalanan ”antar ruang” dimana kita pergi dari satu tempat ke tempat lain atau bahkan antar planet, sudah dapat dimaklumi dan menjadi hal yang biasa. Di dalam fisika maupun matematika, jika kita pergi dari satu tempat ke tempat lain (antar ruang), dikatakan kita bergerak dan berpindah dalam ruang tiga dimensi. Sementara itu ”waktu” selalu konstan berjalan lurus ke depan, tanpa pernah mundur atau tiba-tiba melompat ke masa depan, dari januari lansung ke juni, misalnya, sehingga kita tidak perlu melalui UN yang menyebalkan. Inilah waktu, dimana belum ada seorangpun yang mampu menaklukan lajunya, menghentikan sejenak, atau pergi ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahan yang pernah diperbuat atau mungkin sekedar untuk minta maaf karena tidak sempat, atau bahkan melompat ke masa depan. Kecuali jika mesin waktu ditemukan.
Dari sinilah muncul keinginan manusia untuk bisa kembali ke masa lalu atau bahkan melintas ke masa depan. Bahkan muncul fantasi orang, seandainya ia dapat kembali ke masa lalu, melihat sejarah_ketemu Ken Arok_atau bahkan meluruskan sejarah, hingga tak ada lagi kesalahan di masa kini. Atau mungkin tamasya ke masa depan, melihat anak cucu atau melihat hari tuanya untuk dapat mengantisipasinya di hari ini. Fantastis, bukan?
Secara fiktif ”perjalanan menembus waktu” sudah sering didiskusikan orang banyak. Baik dalam bentuk novel, film atau bahkan sinetron. Sebut saja; Back to the Future I-IV, The Time Track, Terminator I-III, Star Wars, Time Machine, The One, Jumper, The Myth, Dora Emon atau sinetron jadul seperti Lorong Waktu maupun Gerhana. Para seniman saling berlomba untuk dapat menggambarkan seperti apa mesin waktu yang sesungguhnya. Bahkan jauh sebelum abad 20, secara fiktif perjalanan menembus waktu sudah dibicarakan orang, seperti dalam novelnya HS.Wells yang berjudul “The Time Machine”.
Secara saintifis, diskusi tentang mesin waktu sudah banyak dibicarakan para fisikawan. Dalam tulisan ini, saya akan mencoba memaparkan tentang mesin waktu dengan tanpa menyajikan persamaan matematik, yang kadang membuat pusing pembaca.
Pada dasarnya diskusi saintifis tentang keberadaan “Mesin Waktu”, diawali dengan Teori Relatifitas Khusus (TRK) yang dikemukakan Albert Einstein (1905). Menurut TRK Einstein, ruang dan waktu mempunyai kedudukan yang ekivalen, sehingga kita dapat pergi atau kembali lagi pada titik ruang yang sama dalam waktu yang berbeda, atau bahkan kita dapat pergi atau kembali pada titik waktu yang sama dalam ruang/posisi yang berbeda. Artinya, menurut teori ini, kita diizinkan untuk dapat menembus waktu, pergi ke masa lalu atau melompat ke masa depan. Menurut Einstein, hal ini dapat dilakukan apabila kita bergerak dengan kecepatan setara atau melebihi kecepatan cahaya (kecepatan cahaya = 300.000.000 m/s atau 1.080.000.000 Km/jam). Partikel yang bergerak dengan kecepatan ini tentunya masa diamnya haruslah imajiner. Dengan kata lain, bahwa partikel ini tidak pernah diam, selalu bergerak. Partikel hipotetik semacam ini bernama ”Tachyon”.
Maka apabila kita mampu mengikuti gerak Tachyon, atau kita dapat membuat mesin dengan kemampuan sama dengan tachyon, maka kita dapat menembus waktu, jalan-jalan ke masa lalu atau melancong ke masa depan. Lalu mengapa mesin ini belum mampu dibuat?. Kelihatanya manusia belum mampu menembus kecepatan 1.080.000.000 Km/jam, itu masalahnya.
__________@@@_________
Berbeda dengan TRK_dimana ruang-waktu berupa flat_Teori Relatifitas Umum (TRU) Einstein menyatakan bahwa ruang-waktu bersifat melengkung. Sebab kenyataanya tak satupun tempat di bumi ini yang berupa garis lurus, karena bumi kita memang bulat. Artinya bahwa konfigurasi ruang-waktu dapat mengambil beberapa bentuk yang lebih memungkinkan.
Pada tahun 1949, persamaan TRU ini berhasil dipecahkan oleh K.Godel. Dari uraian persamaanya, dapat dijelaskan bahwa dapat dibangun geometri ruang-waktu yang mengizinkan sebuah lintasan menembus masa lalu, walaupun kecepatannya lebih kecil dari kecepatan cahaya. Artinya kita dapat saja berkelana menembus waktu, dengan mesin waktu yang kecepatannya tidak harus lebih besar dari kecpatan cahaya.
Solusi K. Godel tentang persamaan TRU ini sungguh sangat ”meresahkan” para fisikawan teoritik. Bahkan Einstein sendiri merasa kurang PeDe, sehingga ia berkomentar; ”Solusi Godel tersebut sebenarnya telah mengganggu pikiran saya, sejak saya membangun TRU, tanpa klarifikasi yang jelas. Hal ini akan menarik, jika solusi tersebut dapat dimaksudkan dalam kenyataan sehari-hari”.
Ketidakpercayaan para fisikawan teoritik tentang kemungkinan adanya mesin waktu diciptakan, dilandaskan pada dua hal, yaitu :
Sampai saat ini, belum pernah ada pengunjung dari masa lalu, atau bahkan dari masa depan yang pasti lebih maju peradabannya ke masa kita.
Adanya ”Mesin Waktu” menyebabkan pelanggaran kaidah kausalitas (sebab-akibat) yang kita pegang selama ini.
Dalam pertemuan “The Sixth Marchel Grossman Meeting on General Relativity” tahun 1991, Steven Hawking pernah berkomentar, bahwa solusi Godel tahun 1949 telah menimbulkan keinginan manusia untuk kembali ke masa lalu. Sehingga timbul satu paradoks_misalnya apa yang terjadi, seandainya seorang anak kembali ke masa lalu dan disana ia membunuh Ibunya sendiri? Apa di masa kini anak tersebut masih ada?
Pertanyaan S.Hawking ini menjadi bahan perdebatan dan sempat membuat goyah keyakinan fisikawan tentang adanya mesin waktu. Namun demikian, secara teoritik (perhitungan matematika), adanya mesin waktu tidak menyalahi prinsip-prinsip TRU.
Satu jawaban yang dapat memuaskan pertanyaan Hawking adalah adanya ”alam semesta paralel” atau ”alam kembaran”. Keberadaan alam semesta lain di samping alam semesta yang kita tempati telah banyak dibicarakan oleh fisikawan dari zaman dulu. Sebut saja Schwarzcchild (1916) dan Kruskal (1960) yang telah menyelesaikan persamaan dari simetri bola. Dari solusinya di dapat bahwa terdapat alam semesta lain (alam semesta paralel) yang jumlahnya tak berhingga, disamping alam yang sedang kita jalani sekarang ini.
Maka dari persamaan mereka, lalu diterapkan dalam geometri alam semesta kita, dan dengan ditemukannya ”black hole” dan ”White Hole”, maka jika kita akan pergi ke masa lalu, yang harus kita lakukan adalah : Dari alam semesta yang sedang kita jalani, masuk ke black holes, kemudian keluar black holes menuju white holes dan kita akan ditendang menuju alam semesta lain (paralel) yaitu masa lalu.
Artinya, bahwa jika seorang anak pergi ke masa lalu, kemudian di sana ia membunuh ibunya sendiri, maka di alam paralel ”masa lalu” tersebut ia tidak akan pernah ada. Namun ia akan tetap ada di alam ini, yakni alam semsta paralel yang lain. Dengan demikian pengrusakan kaidah kausalitas hanya terjadi di alam paralel yang satu, tidak terjadi di alam paralel yang lain.
Demikian gambaran tentang kemungkinan diciptakanya ”mesin waktu”. Banyak fisikawan yang tidak percaya tentang kemungkinan diciptakannya mesin waktu. Keyakinan adanya mesin waktu, dan ditembusnya dimensi waktu, dikembalikan kepada keyakinan masing-masing sesuai dengan pemahaman fisika/matematik yang dimilikinya.
Barangkali kita akan yakin dan benar-benar percaya akan keberadaan mesin waktu, jika suatu saat kita dikunjungi saudara kita dari masa depan yang tentunya sudah lebih canggih teknologinya. Atau mungkin kita bertemu dengan seseorang yang lebih tua dari kita, lalu tiba-tiba ia mengakui bahwa kita adalah orang tuanya. Untuk itu bersiaplah bila tiba-tiba kita dikunjungi ”manusia masa depan”. Buka pintu lebar-lebar, lalu ajaklah mereka berdialog tentang hal ini.
Sejauh ini, secara fisis keberadaan ”mesin waktu” belum dapat ditunjukan. Namun fenomena agama telah mampu memberikan gambaran yang jelas pada kita, berabad-abad yang lalu. Sebut saja peristiwa ”Askabul Kahfi” maupun peristiwa ”Isra Mi’raj”, dimana nabi Muhammad SAW mengendarai kendaraan (buroq) yang kecepatanya sejauh mata memandang (kecepatan cahaya). Atau bukalah kembali Al-Quran, disana disebutkan bahwa ”Allah menciptakan tujuh (tak berhingga) lapis langit dan tujuh (tak berhingga) lapis bumi”. Barangkali inilah yang dimaksud dengan alam paralel yang jumlahnya tak berhingga.
Akhirnya, Allahua’lam Bissawab...!